Pages

Tuesday, November 16, 2010

Untung Terjadi di Sekolah

Orank Imud pas masi kecil

Foto ini menjadi bukti kalau aku pernah kecil guyss. percayalah.... ^^

Kamu masi inget gak hal konyol apa yang pernah kamu lakuin pas kecil, lugu dan masih menyangka bahwa buah semangka bergelantungan seperti mangga. Loh, koq geleng-geleng?? gak pernah? ah yang bener? angguk-angguk. Lampu ruangan langsung redup, aku tertunduk lesu dan putus asa.

Masa kecil adalah kesempatan seorang manusia untuk melakukan hal nggilani yang termaafkan. Seperti ngiler, ingusan, kentut sambil berjalan, nyanyi dalam kamar mandi sampek bikin kecoa sekarat (Oh...kalo itu masi berlangsung sampai sekarang). Maksudku hal yang dulu pernah kamu lakuin dan jika kamu ulangi lagi saat ini akan membuatmu dikurung bersama ayam-ayam betina yang sedang mengerami telurnya atau lebih buruk bersama macan yang uda tiga bulan terakhir hanya makan kangkung (loh?!). Misalnya seperti pipis atau e*k dalam celana, emang ada apa yang bakalan marah dan mencaci maki. Untung aja aku sempat merasakan kesempatan itu. Sumpah, hanya saat itu. Suer deh....
Hari itu, entah kenapa lain dari hari biasanya. Langit tertutup awan gelap, angin bertiup seperti suara orang bersiul, pohon-pohon bergoyang dipermainkan angin. Dunia seakan lambat berputar. Aku sangat khawatir. Keringat dingin menetes seperti stlaktit yang jatuh dari atap goa. Aku berusaha menenangkan diri. Kedua tanganku menggenggam erat samping kursi. Yang ada dipikiranku saat ini adalah sebuah WC yang indah, nongkrong di atasnya dan menikmati sensasinya sambil ngelamunin film kartun yang baru saja kulihat.
Namun kenyataan berbeda, aku berada dalam kelas dan seorang guru berdiri di depan menjelaskan tentang apa aku gak ngerti. Suaranya tidak lebih seperti bunyi orang memotong kayu menggunakan mesin di telingaku.
Di bawah sana ada dorongan sangat kuat. Aku terus melakukan perlawanan. Ingin lari ke luar kelas lalu menemui WC sekolah. Tapi membayangkannya saja aku tidak sanggup jongkok di WC seperti itu. Hiiii....pokoknya jorok deh. Uda gitu kalo disiram gak mampu menelan benda yang ada di dalamnya malah sepertinya ingiin memuntahkannya lagi. Aaaaa......siapa yang tega melihat tragedi sekeji itu.
Pelan tapi pasti pertahananku mulai goyah. Di titik paling rendah aku mencoba bertahan tapi sayang takdir berkata lain. Aku mulai mengendus aroma-aroma tidak lazim. Bukan hanya aku pastinya. Teman-temanku celingukan. Guruku turun tangan sebelum terjadi huru-hara yang dashyat. Tanpa perlu jasa detektif, dengan mudah mereka meringkus tersangkanya. Aku. Haaaaaaaaa....... >,<
Aku langsung dievakuasi ke tempat penanganan bencana. Entah apa yang terjadi dengan hasil ekresi di celanaku selanjutnya. Yang aku tahu setelah aku memakai celana entah punya siapa dan saat pulang sekolah guruku membawakan kresek berisi celana basah. Tapi uda bersih. hohohooooo....
Pelajaran pertama, WC sekolah yang jorok bisa memicu murid e*k di sembarang tempat. Pelajaran kedua, aku gak mau jadi guru TK karena gak sudi bersihin e*k anak TK yang tidak bertanggung jawab.

Monday, November 15, 2010

Ajarkan Pada Dunia

Suatu siang yang terik di kota S. Aku dan seorang temanku baru saja keluar dari sebuah mall di kota itu kemudian berjalan menuju tempat parkir motor. Di tempat parkir terlihat beberapa anak usia di bawah sepuluh tahun mungkin karena menurutku mereka masih relatif kecil sedang menjajajakan koran. Seorang anak perempuan mendekati kami yang hendak ambil motor. Aku hanya memperhatikan gerak-geriknya. Kulitnya langsat, di beberapa bagian terdapat noda hitam samar, rambutnya yang agak kemerahan tidak beraturan menghiasi kepalanya. Dia menempelkan badannya di bagian motor belakang. Aku menanti apa yang akan kelur dari mulut mungilnya.
"Mbak, korane mbak...." kata gadis itu. Aku hanya tersenyum karena tidak ada niat buat beli koran. Ingin tahu kelanjutan usahan menawarkan dagangannya.
"Sewu mbak" katanya. "Ayo mbak koran sewu." dia melirik sambil memelas.
Aku merogoh saku kemudian mengulurkan selembar uang padanya. Dia lalu menggerakkan tangannya mengambil koran dari tumpukan yang dia bawa.
"Gak usa. Ambil aja uangnya. Buat beli-beli ya" kataku. Aku membayangkan layaknya anak seumuran dia mendapat uang untuk jajan senyumnya akan mengembang. Ternyata tidak, mimik mukanya berubah agak judes. Kemudian mengulurkan tangannya ingin mengembalikan uang itu. Gak aku terima.
"Uda gak papa ambil aja"
"Moh mbaaak...." dia mulai meringis.
"loh gak papa. Buat kamu jajan." kataku.
"Gak mbak. Aku takut dimarahin ayah." matanya berkaca-kaca.
Aku heran kenapa ni anak ketakutan seperti itu. Toh aku gak ngasi dia uang 10 juta. (Ya gak mungkin lah, orang di kosan aja makannya tahu tempe.hehe..)
"Gak usa bilang sama ayah kamu" berusaha meyakinkan. It's just nothing. Tinggal kamu ambil terus beliin permen atau chiki, kamu makan, hilang sudah barang bukti. Ayahmu gak bakal tahu. That's so simple kid.
"Aku gak mau." dengan nada yang agak membentak. Kakinya yang mungil menghentak ke bumi bergantian. Air matanya hampir tumpah. Suaranya agak bergetar.
Mampus. Kalo anak ini nangis bisa-bisa teman-temannya datang kemudian mengelilingiku siap menghakimiku secara massal dengan tuduhan pemerasan atau pelecehan. Tidak akan kubiarkan itu terjadi.
Aku bilang, "Iya. Mana korannya." Dia mereda. Mengambil koran di tangan kirinya.
Aku masi bengong seperti kena sihir. Mengambil koran yang dia berikan.
"Makasi mbak" Senyum mengembang di wajahnya yang sebenarnya cantik. Kemudian hendak membalikkan badannya. Aku memanggilnya kemudian memberikan selembar uang lagi. Wajahnya datar tapi kali ini mau menerima dan menyimpan di kantongnya. Dia berlalu.
Speechless. Berbagai spekulasi bermain di otakku sepanjang perjalanan.
Koran tadi tergeletak begitu saja sama sekali gak tertarik membacanya. Aku lebih tertarik memandangi seraya merenung tentang bagaimana dia berjuang mendapatkan uang diusia sangat dini yang seharusnya masa bermain dan belajar. Dia harus memasukkan unsur uang di otak kecilnya. Berapa yang dia peroleh setiap koran yang berhasil dia jual. Aku rasa gak nyampe gopek. Padahal untuk menjual satu koran saja sangat tidak mudah. Dia harus berpindah dari orang satu ke orang lain sampai ada yang membeli entah karena butuh atau karena kasian. Sikapnya tadi membuatku mereka-reka. Kemungkinan pertama, dia hanya ingin korannya habis karena takut ayahnya marah. Kedua, ayahnya telah menanamkan pada dirinya untuk berjuang dan tidak menerima uang begitu saja tanpa usaha atau meminta-minta.
Entahlah...apa yang ada dipikiran gadis kecil saat itu. Yang jelas dia telah menunjukkan sebuah perjuangan hidup.
Hmmmmm... sedangkan aku usia 20 tahun plus-plus makan tinggal minta orang tua, hanya cukup mikirin kuliah gak perlu tahu gimana oang tua ngedapetin itu semua. Nah, itu pun kalo males suka bolos, gak ngerjain tugas :(
Senang sempat bertemu dengan dia. Mungkin suatu saat kita dipertemukan lagi. Semoga keadaanya sudah berubah. Semangat adek kecil. You're so beautiful,,,, =) Dunia menantimu dewasa. Langkahkan kakimu dengan penuh senyuman dan harapan.

Saturday, November 13, 2010

Berawal dari Sini

posting pertamaaaa....yeayyy..... \(^_^)/
pasang kuda"....kaki ditekuk...konsentrasi...tarik nafas....

let's start....

Aku lagi pengen bongkar lembaran hidupku di tumpukan paling bawah dari memori otakku. Untung saja setelah berpuluh-puluh tahun masih tersimpan kisah-kisah hidupku walo agak acak adul dan ndusel-ndusel karena space otak seadanya. Kalo dianalogikan sebuah rumah, ya tipe rumah sangat sederhana tapi sukur aja deh gak ukuran 2x1. Kuburan donk,hohooo....

Sebelum berwujud seperti sekarang ini, dulunya aku adalah makhluk kecil dengan gigi depan warna hitam digrogoti ulat, dulu nyebutinnya "geges"(baca e nya seperti kalo bilang demo). Letaknya yang sangat strategis warna hitam itu sangat mudah sekali terlihat. Di umurku yang masi ingusan itu cukup mengurangi tingkat kepedeanku sekitar 10 % lah. Tapi karena terbiasa aku tidak peduli. Tidak lebih seperti sebuah hiasan kancing di baju.
Aku benci ketika bertemu orang baru kenal pasang tampang paling manis yang dia punya kemudian bertanya : "adek....namanya siapa?". Setiap terjadi seperti itu ingin rasanya protes sama ortu njaluk dibanca'i maneh kemudian mengubah namaku menjadi angel, jesica ato alicia jg boleh. tapi kayaknya ortuku gak mau deh melakukan hal se-extrim itu. Jadi tetap pada takdirku. Dengan menekan suara dan malu aku berkata "Rezkiyah"....dan sang penanya pura-pura budeg dengan meminta mengulangi. Terpaksa aku mengulangi dengan menaikkan nada satu oktaf. Sayangnya usahaku sia-sia, suraku gak nyampe ke gendang telinganya. Jambrrrooonkkk....kudu tak jejek ae wong iki. Beruntung waktu itu masi TK jadi masi polos dan lugu. Belom bisa meso sekeren itu. Dengan sangat berat hati aku memperjelas ejaan namaku dengan suara nyaring. Akhirnya usahaku berhasil. Dia tersenyum lebar dan sepertinya ngempet guyu( hah...itu kan yang kau mau dari tadi >,<). Sang penanya : " oooohhh...cadel ya??". Aku meringis pedih. Kejadian ini gak terjadi satu ato dua kali dalam hidupku. Kepedeanku berkurang lagi sekitar 25% . Berbicara adalah kebutuhan primer dan naasnya beribu-ribu kosa kata bahasa Indonesia mengandung huruf 'R'. Dikemudian hari saat aku beranjak dewasa menginspirasiku untuk mengarang novel berjudul "My Life Without 'R' (terdengar sorakan:NGACOOO!!!). Alhamdulillah...tragedi 'R' itu berakhir saat usiaku 11 tahun setelah tiap hari, tiap jam, tiap detik mengulang kata" biru dan uler. yesssss..... huruf yang sangat luar biasa mempengaruhi kehidupan seseorang. Tapi masi jadi misteri buat aku kenapa orang bisa bilang 'R' gak seperti setiap manusia dilahirkan bisa makan.
Aku kan uda bilang aku imut-imut jadinya badanku imut, tangan imut, kaki imut, tinggi juga imut. Lebih tepatnya disebut pendek dan krempeng. Sebenarnya that's no matter. Paling tidak aku masi hidup. Tapi bagi komunitas anak-anak yang suka membandingkan dan menjadi yang 'ter-' aku gak dianggap apa-apa. Ketika salah satu dari mereka bergantian berdiri di sampingku tidak ada yang mampu menyaingi tinggiku yang minimalis aku hanya bisa terpuruk berlari ke pojok ruangan gelap dan meratap disana. Aaaaah..tidak...pada kenyataanya dulu aku cuma cengangas cengenges, mengepalkan tangan dan meyakinkan diri Life Must Go On. Kasus ini cukup 15% aja mengurangi pedeku.
Aku hanya mengantongi 50% persen kepedean menjalani masa kecilku....is it bad????
Bersukur dengan apa yang kita miliki yang telah Allah berikan. Semua tercipta dengan seimbang. Kelebihan ada seiring adanya kekurangan dan sebaliknya. Tidak ada alasan untuk memandang rendah orang lain, menganggap kita lebih baik atau lebih hebat dari orang lain. Menjadikan hidup ini lebih bermanfaat dari apa yang kita punya.